Selasa, 10 Juli 2018

🌈RAMADHAN🌈

☪️HIKMAH PUASA.
(KESUCIAN JIWA).

Puasa adalah suatu ibadah yang tidak disusupi Syirik dan Riya. Sebab Puasa merupakan amalan Bathin karenanya tidak ada yang mengetahui seseorang itu berpuasa kecuali Allah kemudian dirinya sendiri. 
puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan Rabbnya yang tidak ada orang lain yang mengetahuinya. Amalan puasa berasal dari niat batin yang hanya Allah saja yang mengetahuinya dan dalam amalan puasa ini terdapat bentuk meninggalkan berbagai syahwat. Oleh karena itu, Imam Ahmad dan selainnya mengatakan, “Dalam puasa sulit sekali terdapat riya’ (ingin dilihat/dipuji orang lain).” Dari dua alasan inilah, Allah menyandarkan amalan puasa pada-Nya berbeda dengan amalan lainnya. Allah Ta’ala menjadikan puasa ini sebagai amalan yang khusus untuk-Nya karena tingginya nilai keikhlasan yang ada di dalamnya.
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan Bahwa puasa tidak terkena riya sebagaimana (amalan) lainnya terkena riya. 
Al-Qurtuby rahimahullah berkata, "Ketika amalan-amalan yang lain dapat terserang penyakit riya, maka puasa tidak ada yang dapat mengetahui amalan tersebut kecuali Allah, maka Allah sandarkan puasa kepada Diri-Nya. Oleh karena itu dikatakan dalam hadits, ‘Meninggalkan syahwatnya karena diri-Ku.’ Ibnu Al-Jauzi rahimahullah berkata, ‘Semua ibadah terlihat amalannya. Dan sedikit sekali yang selamat dari godaan (yakni terkadang bercampur dengan sedikit riya) berbeda dengan puasa. 
Amalan yang lain seperti sedekah, ia bisa disusupi oleh riya’. Sholat juga bisa disusupi oleh riya’. Akan tetapi puasa, maka ia tidak disusupi oleh riya’. Karena puasa adalah sesuatu yang bersifat rahasia antara hamba dengan Rabbnya. Puasa tidak bisa tampak pada pelakunya sebagaimana halnya keadaan amal-amal lainnya yang dengan itu akan bisa membuka pintu riya’. Puasa adalah amalan yang rahasia antara hamba dengan Rabbnya, sehingga tidak bisa dimasuki riya’. Puasa juga suatu amalan yang tidak disusupi Syirik. orang-orang musyrik biasa mendekatkan diri kepada berhala-berhala dengan sembelihan dan nadzar, doa, istighotsah, mereka mempersekutukan Allah dalam segala bentuk amalan, adapun puasa maka ia tidak tersusupi dan tidak dimasuki oleh syirik. Oleh sebab itulah Allah menyatakan, “Puasa itu untuk-Ku dan Aku lah yang membalasnya”. Ini artinya puasa tidak bisa disusupi oleh syirik. Inilah salah satu keistimewaan yang ada dalam ibadah puasa.
Tidak ada ceritanya orang-orang musyrik dahulu berpuasa untuk berhala-berhala mereka. Tidak ada kisahnya para pemuja kubur melakukan puasa untuk kubur; mendekatkan diri kepadanya dengan puasa. Sementara di saat yang sama mereka suka mendekatkan diri kepada sesembahan-sesembahan mereka itu dengan berdoa, mempersembahkan sembelihan, nadzar, dan lain sebagainya. Ini merupakan bukti keistimewaan puasa dibandingkan seluruh amal. Sehingga Allah mengatakan, “Puasa adalah untuk-Ku dan Aku lah yang akan membalasnya”.
Selain itu, pada ibadah-ibadah lain bisa dengan mudah dimasuki syirik. Doa, ia pun dimasuki syirik. Dimana seorang itu berdoa kepada selain Allah. 

Karena tuhan-tuhan lain yang dianggap Tuhan, tidak pernah diibadahi dengan puasa
Al-Imâm Badruddïn al-Hanafi rahimahullâh (wafat: 855-H) mengatakan:
كل الْعِبَادَات لله تَعَالَى فَمَا معنى الْإِضَافَة لَهُ؟ وَأجِيب: بِأَنَّهُ لم يعبد بِهِ غَيره عز وَجل إِذْ لم يعظم الْكفَّار معبودهم فِي وَقت من الْأَوْقَات بالصيام لَهُ،
“Segenap ibadah sejatinya adalah hak Allâh, lantas kenapa hanya puasa yang diistimewakan ungkapan penyandarannya untuk Allâh? Jawabnya; karena tuhan-tuhan selain Allâh tidak pernah diibadahi melalui ibadah puasa. Orang-orang kafir tidak pernah mengagungkan tuhan-tuhan mereka pada waktu-waktu tertentu dengan berpuasa.” [‘Umdatul Qâri Syarh Shahïh al-Bukhâri: 22/61]

TERDAPAT KESUCIAN JIWA
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan hikmah diperintahkannya berpuasa,
لما فيه من زكاة النفس وطهارتها وتنقيتها من الأخلاط الرديئة والأخلاق الرذيلة
“Karena di dalam ibadah puasa itu terdapat kesucian jiwa dan kebersihannya serta mensterilkan dari kotoran yang buruk dan akhlak yang hina” (Tafsir Ibnu Katsir).

MENGHARUSKAN KEMURNIAN HATI. 
Al-Imâm Badruddïn al-Hanafi rahimahullâh (wafat: 855-H) mengatakan:
لِأَنَّهُ عمل سري لَا يدْخل الرِّيَاء فِيهِ
“Itu karena ibadah puasa merupakan amalan rahasia yang tidak disusupi oleh riyâ’.” [‘Umdatul Qâri Syarh Shahïh al-Bukhâri: 22/61]

Ibnu Utsaimïn rahimahullâh (wafat: 1421-H) menjelaskan:
فإنه سر بين الإنسان وربه لأنه الإنسان لا يعلم إذا كان صائما أو مفطرا هو مع الناس ولا يعلم به نيته باطنة فلذلك كان أعظم إخلاصا فاختصه الله من بين سائر الأعمال
“Puasa adalah rahasia antara seorang insan dengan Rabb-nya. Seorang insan yang berpuasa, tidak diketahui apakah dia benar-benar berpuasa ataukah tidak, isi hatinya juga tidak diketahui (sangat gampang bagi dia untuk membatalkan puasa tanpa harus kehilangan anggapan di mata orang lain bahwa dia masih berpuasa-pent). Sehingga orang yang benar-benar berpuasa sudah pasti orang yang paling besar keikhlasan dan ketulusannya. Maka Allâh pun mengistimewakannya dibanding ibadah-ibadah yang lain. [lih. Syarh Riyâdh ash-Shâlihïn: 5/266-267].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar